Mungkin ini terlalu sedih untuk diungkap kembali, suatu keadaan yang tak pernah terlupakan, meski waktu terus menggerus ingatan-ingatan saya; tepat satu tahun yang lalu, enam belas maret dua ribu tiga belas.
Tepat satu tahun yang lalu, saat hal itu terjadi, saat hal itu terungkap dengan sendirinya. entah ini memang sudah seharusnya terjadi atau ah sudahlah.. Apakah jika dikenang lagi semua akan kembali seperti semula? tidak. Ya, harus saya akui saat satu tahun silam itu masih teringat sampai sekarang, yang membuat saya canggung, yang membuat saya tak ingin lagi mengulang hal yang sama lagi, bukan karena apa-apa; rasa itu masih ada.
Padahal seharusnya hari ini saya bahagia. Ya, saya punya teman baru, saya punya lingkungan baru, saya punya kehidupan baru, bahkan saya sudah punya kegiatan baru. Oke, sebenarnya saya sudah banyak mendapat kebahagiaan, tapi entah mengapa sepertinya saya belum bisa merasakan kebahagiaan itu.
Mencari kebahagiaan itu mudah, tapi merasakan kebahagiaan tak semudah mendapatkannya. Rasa itulah yang mungkin selama satu tahun ini seolah-olah menghilang dari hidup saya. Sudah satu tahun, kenapa semua belum bisa kembali normal?
“Rasa sakit sebenarnya adalah saat kehilangan seseorang yang kau sayangi.” – Kirito
Rasa canggung berlebihan. Mungkin itu rasa yang tepat untuk mengibaratkan keadaan saya sekarang. Serba salah, bahkan untuk menghubungi dia saya tidak sanggup, sungkan dan canggung. Saya tak tau apa yang mau dibicarakan nanti, padahal say hai saja sah-sah saja bukan? Bahkan say hai pun tak sempat saya ucap padanya, entah tak sempat atau memang saya tak ingin.
Jujur, saya ingin sekali keadaan kembali normal lagi. Seperti dulu, tak ada rasa aneh yang mengganjal di sini *nunjuk dada*. Tapi sudah satu tahun berlalu, ternyata rasa canggung masih menguasai. aku masih belum mampu mengubah rasa aneh ini..
Saya ingin kembali ke keadaan satu tahun silam, dimana masih ada kita, belum ada rasa canggung di dalam dada. Dulu saya tak sungkan untuk mengawali pembicaraan, padahal saya bukan tipe orang yang suka mengawali pembicaraan lho, aneh kan?
Mungkin bisa diblang ngobrol yang enak di dalam hidup saya, ya sama dia. Sebab setiap obrolan yang pernah terjadi sudah terekam apik di dalam memori ingatan di dalam otak saya. Ya hanya terekam dan terismpan rapi, jika saya ingin membuka ingatan itu lagi, saya tak sanggup.
Entah, mungkin ini permintaan konyol, setiap saya berdoa saya berharap bisa bertemu dengannya lagi, saya ngarep bisa ngobrol bareng lagi, tanpa ada rasa canggung di dalam sini *nunjuk dada, lagi*
“Doaku setiap sehabis sholat selalu sama. untuk ibuk; bapak; keluarga; masa depanku dan kamu yang jauh disana semoga tetap bahagia. aamiin.” – adiozh
Mungkin di kehidupan nyata, saya tidak pernah menanyakan kabarmu, tidak pernah basa-basi buat say hello denganmu, seolah-olah saya sudah tidak peduli. Namun, ketahuilah sebenarnya saya selalu menanyakan kabarmu, bagaimana hari-harimu, apakah kamu masih bahagia disana.
Sayang, hanya sebatas dalam untaian doa yang hampir tak terlewat disetiap saya usai sholat..